Sebelum kalian membaca artikel ini. ketahuilah bahwa info ini diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Kresna
Baik Kita Mulai Tentang Cerita KRESNA :)
Kresna (Dewanagari: कृष्ण; IAST: kṛṣṇa; dibaca [ˈkr̩ʂɳə]) adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru
tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak.
Dalam seni lukis dan arca,
umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang
ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia
adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki, bangsawan dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa
Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa tradisi
perguruan Hindu, misalnyaGaudiya Waisnawa,
ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan Tuhan
itu sendiri,[1] dan dalam tafsiran kitab-kitab
yang mengatasnamakan Wisnu atau Kresna,
misalnya Bhagawatapurana,
ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa.[2]Dalam Bhagawatapurana,
ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracaritaMahabharata ia dikenal sebagai sosok
pemimpin yang bijaksana, sakti, dan berwibawa. Selain itu ia dikenal pula
sebagai tokoh yang memberikan ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang
memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani.
Kisah-kisah mengenai Kresna muncul
secara luas di berbagai ruang lingkup agama Hindu, baik dalam tradisi filosofis
maupun teologis.[3]Berbagai tradisi menggambarkannya
dalam berbagai sudut pandang: sebagai dewa kanak-kanak, tukang kelakar,
pahlawan sakti, dan Yang Mahakuasa.[4] Kehidupan Kresna dibahas dalam beberapa susastra Hindu, yaitu Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, danWisnupurana.
Pemujaan terhadap dewa atau pahlawan yang disebut
Kresna—dalam wujud Basudewa, Balakresna atau Gopala—dapat ditelusuri sampai awal abad ke-4 SM. Pemujaan Kresna sebagai Swayam Bhagawan, atau Tuhan Yang
Mahakuasa, yang dikenal sebagai Kresnaisme, muncul pada Abad Pertengahan dalam
situasi Gerakan Bhakti.
Dari abad ke-10 M, Kresna menjadi subjek favorit dalam seni pertunjukan.
Tradisi pemujaan di masing-masing daerah mengembangkan berbagai macam wujud/aspek
Kresna seperti Jagadnata di Orissa, Witoba diMaharashtra dan Shrinathji di Rajasthan. Sekte Gaudiya Waisnawa yang terpusat pada
pemujaan kepada Kresna didirikan pada abad ke-16, dan sejak tahun 1960-an juga telah menyebar di Dunia Barat, sebagian besar disebabkan oleh
organisasi Masyarakat
Internasional Kesadaran Kresna (International Society for
Krishna Consciousness - ISKCON).[5]dan
gelar
Dalam aksara Dewanagari, Kṛṣṇa ditulis कृष्ण (dibaca [ˈkr̩ʂɳə]), dengan bunyi konsonan
silabis Ṛ, atau disebut pula vokal Ṛ (dalam aksara Dewanagaridisimbolkan dengan ृ, sedangkan dalam alfabet
Fonetis Internasional disimbolkan dengan huruf [r̩ ]*). Dalam aksara Jawa, huruf vokal ृ tersebut dialihaksarakan sebagai huruf Pa cerek (huruf Ra repa dalam aksara Bali) yang melambangkan bunyi /rə/ daripada /r̩/ (ditulis
dengan huruf Latin "Re"), karena bunyi konsonan silabis Ṛ seperti
dalam bahasa Sanskerta tidak
terdapat dalam bahasa Jawa dan Bali. Maka dari itu kata कृष्ण dialihaksarakan menjadi "Kresna" (dibaca [ˈkrəsna]).
Arca Kresna di Mayapur,
India. Pada arca ini, Kresna digambarkan berkulit hitam.
Kata kṛṣṇa dalam bahasa Sanskerta pada dasarnya merupakan kata sifat yang berarti
"hitam", "gelap" atau "biru tua". Kata tersebut
berhubungan dengan kata čьrnъ (crn,
'hitam') dalam rumpun bahasa Slavia.
Sebagai kata benda feminin, kata kṛṣṇā digunakan dengan makna
"malam, hitam, kegelapan" dalam kitab suci Regweda, dan sebagai iblis atau jiwa
kegelapan dalam mandala (bab) IV Regweda. Untuk nama diri,
kata Kṛṣṇa muncul dalam mandala VIII sebagai nama seorang penyair. Sebagai salah satu nama Wisnu,
kata "Kṛṣṇa" terdaftar sebagai nama ke-57 dalam kitabWisnu
Sahasranama (Seribu Nama Wisnu). Berdasarkan nama tersebut,
Kresna seringkali digambarkan dalam arcadengan
kulit hitam maupun biru.
Kresna juga dikenal dengan berbagai macam nama,
julukan, dan gelar, yang mencerminkan berbagai atribut dan hal-hal
yang berkaitan dengannya. Dalam kitab Mahabarata dan Bhagawadgita, Kresna disebut dengan
berbagai nama, sesuai karakteristiknya. Beberapa nama tersebut diantaranya: Acyuta (yang kekal; teguh); Arisudana (penghancur
musuh); Bagawan (Yang Mahakuasa); Gopala (pelindung sapi); Gowinda (penggembala sapi); Hresikesa (penguasa
indria); Janardana (juru selamat umat manusia); Kesawa (yang berambut indah); Kesinisudana (pembunuh
raksasaKesi); Madawa (suami dewi keberuntungan); Madusudana (pembunuh
raksasa Madhu); Mahabahu (yang berlengan perkasa); Mahayogi (rohaniwan
agung); Purusottama (manusia utama, yang berkepribadian paling
baik); Warsneya (keturunan Wresni); Basudewa; Wisnu; Yadawa (keturunan Yadu); Yogeswara (penguasa segala kekuatan
batin).
Di antara berbagai namanya, yang terkenal adalah Gowinda, "penggembala sapi",
atau Gopala, "pelindung para sapi", merujuk kepada
pengalaman masa kecil Kresna di Braj.[6][7] Beberapa nama lainnya dianggap
penting bagi wilayah tertentu; misalnya, Jagatnata (penguasa alam semesta),
terkenal di Puri,
India Timur.[8]
[sunting]Penggambaran
Lukisan Kresna dengan
atribut umumnya.
Kresna dapat dikenali secara mudah dengan mengamati
atribut-atributnya. Dalam wujud arca, Kresna digambarkan
berkulit hitam atau gelap, atau bahkan putih. Dalam budaya pewayangan Jawa, Kresna digambarkan
berkulit hitam, sedangkan di Bali, ia digambarkan berkulit
hijau. Dalam penggambaran umum misalnya lukisan modern, Kresna biasanya
digambarkan sebagai pemuda berkulit biru. Warna hitam merupakan warna DewaWisnu menurut
konsep Nawa Dewata,
sedangkan biru melambangkan keberanian, kebulatan
tekad, pikiran yang mantap dalam menghadapi situasi sulit, serta kesadaran yang
sempurna.[9][10] Warna
biru juga melambangkan langit dan laut, masing-masing bermakna luas dan dalam
yang membentuk suatu ketidakterbatasan, sama halnya seperti Wisnu.[11]
Dia seringkali tampil dengan dhoti (semacam kemben)
berbahan sutra berwarna kuning, melambangkan
cahaya yang melenyapkan kegelapan.[11]Kepalanya dihiasi mahkota dengan
bulu merak, melambangkan galaksi berwarna-warni dalam kegelapan,[11] atau pusat energi di atas indria.[12]Penggambaran umum biasanya menampilkannya sebagai
anak kecil, atau seorang lelaki dalam gaya santai, sedang memainkan seruling.[13][14] Dalam wujud ini, ia biasanya ditampilkan
berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Kadangkala ditemani para sapi,
menegaskan posisinya sebagai penggembala ilahi (Govinda). Dalam agama Hindu, sapi dianggap suci karena melambangkan Ibu Pertiwi.[9]
Patung Kresna di Singapura
yang menggambarkan adegan dalamMahabharata, ketika ia menunjukkan wujud
aslinya kepada Arjuna, sesaat sebelum perang di Kurukshetra dimulai.
Patung Balakresna yang
tersimpan di Museum Nasional, New Delhi, India.
Peran Kresna sebagai kusir kereta Arjuna di medan perang Kurukshetra, seperti yang tergambar dalamwiracarita Mahabharata, adalah subjek umum lain dalam
penggambaran Kresna. Dalam hal ini, ia ditampilkan sebagai sosok pria,
seringkali dengan karakteristik dewa-dewi dalam kesenian Hindu, misalnya banyak
lengan maupun kepala, dan dengan atribut Wisnu, misalnya cakra. Sebagai seorang kusir biasa, ia
ditampilkan dengan dua lengan. Lukisan gua dari masa 800 SM di Mirzapur, Uttar Pradesh, India Utara, yang menampilkan
pertempuran kusir-kusir kereta kuda, salah satu di antaranya tampak akan
melemparkan cakram yang kemungkinan besar dapat dikenali sebagai Kresna.[15]
Penggambaran dalam kuil seringkali menampilkan Kresna sebagai
seorang pria yang berdiri tegak, dalam gaya formal. Dapat ditampilkan
sendirian, dapat pula dengan figur terkait dengannya:[16] Balarama (Baladewa — kakaknya) dan Subadra (saudari tirinya), atau istrinya
yang utama yaitu Rukmini dan Satyabama.
Seringkali Kresna digambarkan bersama dengan kekasihnya dari kaum gopi (wanita
pemerah susu), Radha. Sekte Waisnawa di Manipur tidak memuja Kresna saja, tetapi
juga aspeknya sebagai Radha
Krishna,[17] kombinasi antara Kresna dan Radha. Hal ini
juga merupakan karakteristik dari aliranRudra
Sampradaya[18] dan Nimbarka sampradaya,[19] demikian pula aliran
kepercayaan Swaminarayan. Tradisi tersebut memuliakan Radha
Ramana, yang dipandang oleh pengikut Gaudiya sebagai wujud Radha Krishna.[20]
Kresna juga digambarkan dan dipuja sebagai anak kecil (Balakresna), dengan posisi merangkak atau
menari, biasanya dengan mentega di tangannya.[21][22] Perbedaan di masing-masing daerah tentang
penggambaran Kresna dapat teramati dalam wujudnya yang bermacam-macam, misalnya Jagadnata di Orissa, Witoba di Maharashtra[23] dan Shrinathji di Rajasthan.
[sunting]Kepustakaan
tentang Kresna
Sastra terawal yang secara eksplisit menyediakan deskripsi
terperinci tentang Kresna sebagai seorang tokoh adalah kitab Mahabharata. Pada kitab tersebut ia
digambarkan sebagai perwujudan Dewa Wisnu.[24] Kresna adalah tokoh yang muncul di berbagai
cerita utama dalam wiracarita tersebut. Delapan belas bab dalam jilid Mahabharata keenam
(Bismaparwa) merupakan bagian istimewa yang
menjadi kitab tersendiri yang disebutBhagawadgita, mengandung kotbah Kresna kepada Arjuna, sepupunya sendiri, dengan latar belakang sesaat
sebelum perang Kurukshetra (Baratayuda) dimulai. Akan tetapi perincian
kehidupan Kresna saat kanak-kanak dan remaja tidak terdapat dalam wiracarita
tersebut, melainkan dalamBhagawatapurana, Wisnupurana, Brahmawaiwartapurana,
dan Hariwangsa. Kitab Bhagawatapurana dan Wisnupurana diagungkan oleh pengikutWaisnawa, sedangkan Hariwangsa adalah kitab pendukung
yang menjelaskan hal yang belum dibahas dalam wiracarita Mahabharata.
Yasoda memandikan Kresna. Ilustrasi dari naskahBhagawatapurana, sekitar abad ke-16.
Chandogya
Upanishad (3:17:6) yang ditulis sekitar masa 900 SM-700 SM
menyebut Basudewa Kresna sebagai putra Dewaki dan murid dari Ghora Angirasa, ahli nujum yang
mengajari muridnya filsafat Chandogya. Dengan pengaruh filsafat Chandogya,
Kresna memberi kotbah kepada Arjuna tentang
pengorbanan, yang dapat dibandingkan denganpurusha atau individu.[25][26][27][28]
Nama Kṛṣṇa muncul dalam kitab Buddha dengan ejaan
"Kaṇha", secara fonetis sama dengan Kṛṣṇa.[29]
Menurut bukti dari Megasthenes (ahli etnografi Yunani, sekitar 350-290 SM) dan dalam Arthasastra karya Kautilya (400-300 SM),Vāsudeva (Basudewa)
dipuja sebagai Tuhan Yang Mahakuasa dalam konsep monoteisme yang kuat.[30]
Sekitar 150 SM, Patanjali dalam kitab Mahabhashya karyanya menulis sebuah sloka sebagai
berikut: "Semoga kejayaan Kresna dengan ditemani oleh Sangkarsana meningkat!" Sloka-sloka
lainnya disebutkan. Dalam salah satu sloka disebutkan "Janardana bersama
dirinya sebagai yang keempat" (Kresna dengan tiga rekannya, ketiganya
adalah Sangkarsana, Pradyumna, dan Aniruda). Sloka lainnya menyebut tentang
alat musik yang dimainkan saat pertemuan di kuil Rama (Baladewa/Balarama) dan Kesawa (Kresna). Patanjali juga
menjelaskan pertunjukkan yang dramatis dan mimetis (Krishna-Kamsopacharam)
yang menggambarkan adegan terbunuhnya Kangsa oleh Basudewa (Kresna).[31]
Pada abad ke-1 SM, tampaknya ada bukti pemujaan lima pahlawan
bangsa Wresni (Baladewa [Balarama], Kresna, Pradyumna, Aniruda dan Samba)
dari sebuah prasasti yang
ditemukan di Moradekat Mathura, India,
yang tampaknya menyebutkan tentang putra satrap Rajuwula yang
Agung, mungkin satrap Sodasa. Sebuah citra tentang Wresni, mungkin Basudewa, dan "Lima Kesatria".[32] Prasasti Mora bertuliskan aksara Brahmi tersebut kini disimpan di Museum Mathura.[33][34]
Banyak kitab Purana menceritakan
kehidupan Kresna atau beberapa hal penting darinya. Dua Purana,
yakni Bhagawatapurana (Srimadbhagawatam)
dan Wisnupurana, yang
mengandung kisah kehidupan dan ajaran Kresna secara terperinci, adalah kitab
yang paling dimuliakan secara teologis oleh aliran Gaudiya Waisnawa.[35] Sekitar seperempat Bhagawatapurana dihabiskan
untuk memuji kehidupan dan filsafatnya.
[sunting]Kehidupan
Riwayat Kresna dapat disimak dalam kitab Mahabharata, Hariwangsa, Bhagawatapurana, Brahmawaiwartapurana,
dan Wisnupurana. Latar
belakang kehidupan Kresna pada masa kanak-kanak dan remaja adalah India
Utara, yang mana sekarang merupakan wilayah negara bagian Uttar Pradesh, Bihar, Haryana, sementara lokasi kehidupannya sebagai
pangeran di Dwaraka sekarang dikenal sebagai negara
bagian Gujarat.
[sunting]Kelahiran
Lukisan Basudewa menyeberangi sungai Yamuna untuk menyelundupkan Kresna
keGokula,
dibuat sekitar abad ke-18, dariHimachal Pradesh, India.
Menurut kepercayaan tradisional yang berdasarkan data-data dalam
sastra dan perhitungan astronomi Hindu, hari kelahiran
Kresna yang dikenal sebagai Janmashtami,[36] jatuh pada tanggal 19 Juli
tahun 3228 SM.[37][38]
Menurut Itihasa (wiracarita
Hindu) dan Purana (mitologi Hindu), Kresna
merupakan anggota keluarga bangsawan di Mathura, ibukota kerajaan Surasenadi India Utara (kini kawasan Uttar Pradesh). Ia terlahir sebagai putra
kedelapan Basudewa (putra Raja Surasena) dan Dewaki (keponakan RajaUgrasena). Orang tuanya termasuk kaum Yadawa atau keturunan Yadu,
putra raja legendaris Yayati. Raja Kangsa, kakak sepupu Dewaki,[39] mewarisi tahta setelah menjebloskan ayahnya
sendiri ke penjara, yaitu Ugrasena. Pada suatu
ketika, ia mendengar ramalan yang menyatakan bahwa ia akan mati di tangan salah
satu putra Dewaki. Karena mencemaskan nasibnya, ia mencoba membunuh Dewaki,
namun Basudewa mencegahnya. Basudewa menyatakan bahwa mereka bersedia dikurung
dan berjanji akan menyerahkan setiap putra mereka yang baru lahir untuk
dibunuh. Setelah enam putra pertamanya terbunuh, dan Dewaki kehilangan putra
ketujuhnya, maka lahirlah Kresna. Karena hidup Kresna terancam bahaya, maka ia
diselundupkan keluar penjara oleh Basudewa dan dititipkan pada Nanda dan Yasoda, sahabat Basudewa di Vrindavan. Dua saudaranya yang lain juga
selamat yaitu,Baladewa alias Balarama (putra ketujuh Dewaki,
dipindahkan secara ajaib ke janin Rohini,
istri pertama Basudewa) dan Subadra (putra dari
Basudewa dan Rohini yang lahir setelah Baladewa dan Kresna).
Menurut kitab Bhagawatapurana, Kresna lahir tanpa hubungan seksual, melainkan melalui
"transmisi mental" dari pikiran Basudewa ke rahim Dewaki. Umat Hindu meyakini bahwa pada masa itu, jenis
ikatan tersebut dapat dilakukan oleh makhluk-makhluk yang mencapainya.[36][40][41] Tempat yang dipercaya oleh para pemujanya
untuk memperingati hari kelahiran Kresna kini dikenal sebagai Krishnajanmabhumi, dimana sebuah kuil
didirikan untuk memberi penghormatan kepadanya.
[sunting]Masa
kanak-kanak dan remaja
Lukisan Kresna mengangkat bukit Gowardhana, karya Shahadin dari India,
dibuat sekitar akhir abad ke-17.
Kresna dibesarkan oleh Nanda dan Yasoda, anggota komunitas penggembala sapi yang
ada di Vrindavana. Kisah masa kanak-kanak dan remaja
Kresna menceritakan bagaimana ia menjadi seorang penggembala sapi,[42] tingkah nakalnya sebagai makhan
chor (pencuri mentega), kegagalanKangsa dalam membunuhnya, dan perannya sebagai
pelindung rakyat Vrindavana. Pada masa kecilnya, Kresna telah melakukan
berbagai hal yang menakjubkan. Ia membunuh berbagai raksasa—di antaranya Putana (raksasa wanita), Kesi (raksasa
kuda), Agasura (raksasa ular)—yang diutus oleh
Kangsa untuk membunuh Kresna. Ia juga menjinakkan naga Kaliya,
yang telah meracuni air sungai Yamuna dan menewaskan banyak penggembala. Dalam
kesenian Hindu, seringkali Kresna digambarkan sedang menari di atas kepala naga Kaliya yang
bertudung banyak. Jejak kaki Kresna memberi perlindungan kepada Kaliya sehingga Garuda—musuh para naga—tidak akan berani menganggunya.
Kresna dipercaya mampu mengangkat bukit Gowardhana untuk melindungi
penduduk Vrindavana dari tindakan Indra,
pemimpin para dewa yang
semena-mena dan mencegah kerusakan lahan hijau Gowardhana. Indra dianggap sudah
terlalu besar hati dan marah ketika Kresna menyarankan rakyat Vrindavana untuk
merawat hewan dan lingkungan yang telah menyediakan semua kebutuhan mereka,
daripada menyembah Indra setiap tahun dengan menghabiskan sumber daya mereka.[43][44] Gerakan spiritual yang dimulai
oleh Kresna memiliki sesuatu di dalamnya yang melawan bentukortodoks penyembahan dewa-dewa Weda seperti Indra.[45]
Kisah permainannya dengan para gopi (wanita
pemerah susu) di Vrindavana, khususnya Radha (putri
Wresabanu, salah seorang penduduk asli Vrindavana) dikenal sebagai Rasa
lila dan diromantisir dalam puisi karya Jayadeva, penulis Gita Govinda. Hal ini menjadi bagian
penting dalam perkembangan tradisi bhakti Kresna yang memujaRadha
Krishna.[46]
[sunting]Sang
Pangeran
Kresna membunuh Kangsasementara Baladewa membunuh seorang pegulat.
Lukisan dari Rajasthan,India,
dibuat sekitar abad ke-17.
Kresna beserta Baladewa yang masih
muda diundang ke Mathura untuk
mengikuti pertandingan gulat yang
diselenggarakan Kangsa. Tujuan sebenarnya adalah membunuh Kresna dengan dalih
pertandingan gulat. Setelah mengalahkan para pegulat Kangsa, Kresna
menggulingkan kekuasaan Kangsa sekaligus membunuhnya. Kresna menyerahkan tahta
kepada ayah Kangsa, Ugrasena, sebagai raja
para Yadawa. Ia juga membebaskan ayah dan ibunya
yang dikurung oleh Kangsa. Kemudian ia sendiri menjadi pangeran di kerajaan
tersebut.
Kunti—bibi Kresna—menikah dengan Pandu dari kerajaan Kuru dan memiliki tiga putra.
Beserta dua putra dari Madri—istri kedua
Pandu—kelima putra Pandu disebut Pandawa. Maka dari itu Kresna memiliki
hubungan keluarga dengan para Pandawa, dan memiliki hubungan yang istimewa
dengan Arjuna, salah satu Pandawa.
Sebelum berdirinya kerajaan Dwaraka, kota Mathura—kediaman keluarga Kresna (Yadawa)—diserbu oleh Jarasanda, Raja Magadha karena dendam pribadi. Penyerbuan
tersebut berhasil diredam berkali-kali, namun Jarasanda tidak menyerah.
Kemudian Jarasanda dibantu oleh Kalayawana, yang memiliki dendam pribadi
terhadap klan Yadawa. Persekutuan tersebut memaksa Kresna mengungsikan para Yadawa ke suatu wilayah di India Barat yang menghadap Laut Arab (pada masa sekarang disebut Gujarat) dan mendirikan sebuah kerajaan di
sana, bernama kerajaan Dwaraka[47] (secara harfiahberarti "kota banyak
gerbang").[48] Setelah Dwaraka didirikan,
Kresna mengalahkan Kalayawana dengan
suatu jebakan.
Kresna menikahi Rukmini, putri dari kerajaan Widarbha, dengan cara kawin lari. Di
tempat lain, Sisupala, sepupu Kresna
yang berencana melamar Rukmini menjadi kecewa setelah mengetahui berita
tersebut sehingga ia membenci Kresna. Dari pernikahannya dengan Rukmini, Kresna
memiliki putra bernamaPradyumna.
[sunting]Permata
Syamantaka
Pada suatu ketika, Satrajit, kerabat jauh Kresna menerima permata Syamantaka dari Dewa Surya. Kresna menyarankan agar permata
itu diserahkan kepada Ugrasena—raja kaum Yadawa—namun Satrajit menolaknya. Prasena, saudara Satrajit membawa permata itu
saat berburu dan tidak pernah kembali lagi. Satrajit menuduh Kresna telah
membunuh Prasena karena menginginkan permata itu. Untuk membersihkan nama baiknya,
Kresna melacak jejak Prasena. Akhirnya ia mendapati bahwa Prasena telah dibunuh
seekor hewan buas, dan permata Syamantaka tidak ditemukan pada jenazahnya. Ia
mengikuti jejak hewan yang membunuh Prasena, hingga mendapati bangkai seekor
singa. Ia tidak menemukan permata Syamantaka ada pada bangkai tersebut.
Akhirnya ia mengikuti jejak pembunuh singa tersebut, dan sampai di kediaman
seekor beruang bernama Jembawan. Di tempat
tersebut ia mendapati bahwa permata Syamantaka tersimpan di sana.
Kresna meminta Jembawan menyerahkan permata Syamantaka, namun
permintaannya ditolak sehingga mereka berkelahi. Setelah Jembawan menyadari
siapa sesungguhnya Kresna, ia menyerah dan menjelaskan bahwa ia mendapatkan
permata itu dari seekor singa. Ia pun menyerahkan permata Syamantaka beserta
putrinya yang bernama Jambawati untuk
dinikahi Kresna. Setelah Kresna kembali dari penyelidikannya, dan menyerahkan
Syamantaka kepada Satrajit, maka Satrajit merasa malu karena sudah berprasangka
buruk terhadap Kresna. Untuk memperbaiki hubungan di antara mereka, ia
menikahkan putrinya yang bernama Satyabama kepada Kresna.
[sunting]Para
istri Kresna
Kresna mengalahkan pasukanNarakasura. Lukisan dari naskahBhagawatapurana, dari abad ke-16.
Dalam kitab Bhagawatapurana diceritakan bahwa Narakasura dari kerajaan Pragjyotisha mengalahkan Indra,
pemimpin para dewa. Indra mengadukan hal tersebut kepada Kresna sehingga Kresna
menyerbu Pragjyotisha dengan angkatan perangnya. Kresna berhasil mengalahkan
Narakasura dan membebaskan 16.100 putri yang ditawan oleh Narakasura. Menurut
kitab Bhagawatapurana, Kresna menikahi 16.108 putri,[49][50] dan delapan di antaranya adalah yang
terkemuka dan disebut dengan istilah Ashta Bharya — yaitu Rukmini, Satyabama, Jambawati, Kalindi, Mitrawrinda, Nagnajiti,
Badra dan Laksana.[51][52] Kresna menikahi 16.100 putri lainnya, yang
merupakan tawanan raksasa Narakasura, untuk mengembalikan kehormatan
mereka. Kresna berjasa karena membunuh raksasa tersebut dan membebaskan mereka.
Menurut adat sosial yang ketat pada masa itu, seluruh wanita tawanan memiliki
martabat rendah, dan tidak memungkinkan untuk menikah, karena mereka di bawah
kendali Narakasura. Akan tetapi Kresna menikahi mereka untuk mengembalikan
status mereka di masyarakat. Pernikahan dengan 16.100 putri tawanan tersebut
kurang lebih merupakan rehabilitasi wanita massal.[53] Dalam tradisi Waisnawa, dipercaya bahwa para istri Kresna
merupakan manifestasi Dewi Laksmi—pasangan DewaWisnu—atau
merupakan jiwa istimewa yang melewati kualifikasi
setelah menghabiskan banyak masa hidup dalam tapasya,
sedangkan Satyabama, merupakan ekspansi dari Radha.[54]
[sunting]Upacara
Rajasuya
Kresna memenggal Sisupala dengan cakranya saat upacara Rajasuyadiselenggarakan oleh Yudistira. Lukisan karya Jnananjana Dasa.
Dalam kitab Mahabharata, Yudistira, sepupu Kresna dari kerajaan Kuru ingin mengadakan upacara Rajasuya. Atas saran Kresna, ia mengerahkan
saudara-saudaranya (para Pandawa) untuk menaklukkan
para raja di Bharatawarsha (India).
Di antara para raja, yang sulit ditaklukkan adalahJarasanda, raja Magadha. Bima—salah
satu Pandawa—menantangnya untuk bertarung dengan gada.
Mereka bertarung selama 27 hari. Setiap kali matahari terbenam, mereka
beristirahat untuk melanjutkan pertarungan di hari berikutnya. Jarasanda sulit
dibunuh. Pada hari ke-28, atas petunjuk Kresna, Bima membelah tubuh Jarasanda
menjadi dua bagian (kanan-kiri), dan melemparkannya ke arah berlawanan. Dengan
demikian, Jarasanda dapat dibunuh.
Setelah Jarasanda dikalahkan, upacara Rajasuya diselenggarakan oleh Yudistira dan para raja yang
ditaklukkannya diundang untuk menghadirinya. Untuk menghormati para
undangannya, Yudistira memutuskan untuk memberi hadiah kepada orang-orang yang
paling utama di antara mereka. Ia meminta saran Bisma,
kakeknya untuk menentukan siapa yang berhak diberikan hadiah terlebih dahulu.
Bisma menyarankan agar hadiah diberikan kepada Kresna, dan Yudistira pun
menyetujuinya. Akan tetapi, keputusan tersebut ditolak oleh Sisupala. Sisupala menghina Kresna secara
bertubi-tubi, namun Kresna tetap bersabar. Sesuai janji Kresna kepada ibu
Sisupala, ia tidak akan membunuh Sisupala kecuali bila makian yang diterimanya
dari Sisupala sudah lebih dari seratus kali. Setelah Sisupala menghina Kresna
lebih dari seratus kali, Kresna mengeluarkan senjata cakranya kemudian
memenggal kepala Sisupala. Menurut legenda, Sisupala—beserta Dantawaktra,
rekannya—adalah reinkarnasi Jaya dan Wijaya, penjaga pintu gerbang Waikuntha,
kediaman Wisnu. Karena melarang Catursana memasuki Waikuntha, mereka
dihukum untuk turun ke bumi, dan atas keinginan mereka sendiri, mereka
dilahirkan sebagai musuh Wisnu dan dibunuh oleh Wisnu sendiri. Tindakan Kresna
(sebagai awatara Wisnu) membunuh Sisupala telah
membebaskan jiwa Sisupala dari reinkarnasi yang harus dialaminya
sehingga jiwanya kembali menuju Waikuntha.[55]
[sunting]Baratayuda
dan Bhagawadgita
Lukisan Kresna sebagai
juru damai, karya Raja Ravi Varma.
Dalam lukisan, Kresna mencegahSatyaki, rekannya yang
hendak menghadapi para Korawa yang tidak
menyetujui usulan damai yang diberikan Kresna.
Artikel utama untuk bagian
ini adalah: Perang di Kurukshetra
Lihat pula: Bhagawadgita
Perselisihan antara para Pandawa dan Korawa—sepupu mereka—dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan
para Pandawa atas sikap para Korawa yang menghalalkan segala cara agar tahta kerajaan Kuru tidak jatuh ke tangan Yudistira—yang tersulung di antara
Pandawa—sebagai putra mahkota tertua. Kresna bertindak sebagai juru damai,
namun upaya perundingan gagal karena para Korawa—yang dipimpin Duryodana—tidak mau mengalah. Di samping itu,
Duryodana senantiasa dihasut oleh pamannya, Sangkuni.
Saat keputusan perang tidak terelakkan lagi, hampir seluruh raja
di Bharatawarsha (India)
diminta untuk berpartisipasi, dan akhirnya semuanya menjadi dua pihak, yaitu
pihak Pandawa dan Korawa. Kresna menawarkan kesempatan kepada dua pihak untuk
memilih pasukannya atau dirinya sendiri, namun dengan kondisi tidak membawa
senjata apapun. Arjuna yang mewakili
Pandawa memilih agar Kresna berada di pihaknya, sedangkan Duryodana—pemimpin
para Korawa—memilih pasukan Kresna. Saat tiba waktunya untuk berperang, Kresna
bertindak sebagai kusir kereta perang Arjuna, karena sesuai dengan perjanjian
bahwa ia tidak akan membawa senjata apapun.
Kresna sebagai kusir
kereta perangArjuna dalam perang di Kurukshetra.
Lukisan dari India, dibuat sekitar abad ke-18 dan ke-19 Masehi.
Saat meninjau angkatan perang dan mengamati pihak yang akan
berperang, Arjuna menjadi ragu setelah menyaksikan keluarga, sepupu, kerabat,
serta kawan-kawan yang dicintainya bersiap-siap untuk membunuh satu sama lain.
Kemudian Kresna menasihati Arjuna tentang perang yang akan dihadapinya.
Percakapan tersebut meluas menjadi suatu wacana dan menjadi kitab tersendiri,
dikenal sebagai Bhagawadgita 'Kidung
Ilahi'.[56] DalamBhagawadgita,
Kresna menguraikan ajaran Iswara (ketuhanan), jiwa, dharma (kewajiban), prakerti (alam
semesta), dan kala (waktu).[57] Kresna juga menjelaskan bahwa tujuannya
berada di dunia adalah untuk menyelamatkan orang saleh dan membinasakan orang
jahat. Kutipan yang terkenal adalah:
“
|
Kapanpun
dan dimanapun kebajikan merosot, dan kejahatan merajalela, pada saat itulah
aku menjelma, wahai keturunan Bharata (Arjuna). Untuk menyelamatkan orang
saleh dan menghukum orang jahat, serta menegakkan kebenaran, aku lahir dari
zaman ke zaman. (Bhagawadgita, 4:7–8)
|
”
|
Saat Yudistira merasa
tertekan atas kekalahan yang diterima pihaknya di hari pertama, Kresna tetap
optimis bahwa kemenangan sudah pasti akan diraih Yudistira karena ia bertindak
di jalan yang benar dan telah mendapat restu dari Bisma—kakeknya
sendiri, sekaligus kesatria tua yang harus dihadapinya dalam perang itu—sesaat
sebelum perang dimulai. Seperti halnya Kresna, Bisma juga berkata bahwa
kemenangan pasti akan diraih Yudistira dan ia mendoakan cucunya itu agar
mencapai kejayaan, meskipun mereka harus saling menyerang dalam perang.
Seringkali Kresna meminta Arjuna agar segera mengalahkan Bisma,
kakek para Pandawa dan Korawa. Keraguan Arjuna membuat Kresna marah sehingga ia
mencopot roda keretanya sebagai pengganti cakram untuk membunuh Bisma. Akan tetapi tindakannya
segera dicegah oleh Arjuna yang berjanji bahwa ia akan mengalahkan kesatria tua
tersebut di hari berikutnya. Setelah para Pandawa mengetahui kelemahan Bisma,
di hari berikutnya, Kresna menginstruksikan Srikandi, putra Raja Drupada agar menghadapi Bisma, dengan
ditemani oleh Arjuna. Bisma, yang merasa bahwa Srikandi telah dilahirkan untuk
membunuhnya, sulit menghindari serangan Arjuna yang bersembunyi di belakang
Srikandi. Akhirnya Bisma dikalahkan di hari kesepuluh.
Kesabaran Kresna habis
sehingga ia ingin membunuh Bisma dengan tangannya
sendiri, namun dicegah oleh Arjuna. Lukisan karya
Pariksit Dasa.
Kresna juga membantu Arjuna dalam membunuh Jayadrata, kesatria Korawa yang menahan para
Pandawa dalam usaha menyelamatkanAbimanyu—putra
Arjuna—yang terkurung dalam formasi Cakrabyuha dan terbunuh oleh serangan
serentak yang dilancarkan delapan kesatria Korawa. Kresna juga meruntuhkan
semangat Drona—komandan tentara Korawa, pengganti
Bisma—setelah ia memberi isyarat pada Bimauntuk
membunuh seekor gajah perang bernama
Aswatama, nama yang serupa dengan nama putra semata wayang Drona. Pandawa berteriak
bahwa Aswatama mati, namun Drona enggan mempercayainya sebelum ia mendengar
langsung dari Yudistira yang
dikenal sebagai orang yang tidak pernah berbohong. Kresna tahu bahwa Yudistira
tidak akan berdusta, maka ia mengatur siasat agar Yudistira tidak berbohong
namun Drona menganggap putranya telah gugur. Saat ditanya oleh Drona, Yudistira
berkata, "Aswatama mati. Entah gajah, entah manusia." Tetapi setelah
Yudistira mengucapkan kalimat pertama, tentara Pandawa yang telah diperintah
oleh Kresna segera membuat kegaduhan dengan membunyikan genderang perang dan sangkakala, sehingga Drona tidak mendengar
kalimat kedua yang diucapkan Yudistira dan percaya bahwa putranya telah gugur.
Setelah dilanda dukacita, Drona meletakkan senjatanya, dan kesempatan itu
dimanfaatkan olehDrestadyumna untuk
memenggal kepalanya.
Saat Arjuna bertarung melawan Karna,
roda kereta Karna terperosok ke dalam genangan lumpur. Saat Karna mencoba
mengangkat keretanya dari lumpur, Kresna mengingatkan Arjuna tentang tindakan
Karna dan Korawa lainnya yang telah melanggar peraturan dalam peperangan saat
menyerang dan membunuh Abimanyu secara
serentak, dan ia meyakinkan Arjuna untuk menempuh cara yang sama untuk membunuh
Karna. Maka Arjuna memenggal kepala Karna saat kesatria itu sedang berusaha
mengangkat keretanya dari lumpur.
Menjelang hari puncak peperangan, Duryodana menemui Gandari, ibunya untuk meminta anugerah agar
seluruh tubuhnya kebal dari segala serangan. Untuk itu, ia harus datang dalam
keadaan telanjang bulat. Kresna mengolok-oloknya sehingga ia menjadi malu. Ia
memutuskan untuk menutupi selangkangannya dengan kulit pisang saat menemui
ibunya. Setelah Duryodana tiba, Gandari membuka penutup matanya dan mencurahkan
kekuatan dari matanya ke tubuh Duryodana, tetapi ia kecewa setelah mengetahui
bahwa Duryodana menutupi selangkangan dan paha sehingga daerah itu tidak akan
kebal. Ketika Duryodana bertarung dengan Bima,
serangan Bima tidak berpengaruh bagi Duryodana. Untuk menyelesaikannya, Kresna
mengingatkan Bima akan janjinya untuk membunuh Duryodana dengan cara memukul
pahanya. Bima pun melakukannya, meskipun melanggar peraturan (mengingat bahwa
Duryodana sendiri telah melanggar dharmapada perbuatannya pada masa lalu). Dengan demikian,
strategi Kresna telah membantu Pandawa memenangkan perang dengan menjatuhkan
seluruh pemimpin tentara Korawa, tanpa perlu mengangkat senjatanya. Ia juga
menghidupkan kembali Parikesit, cucu Arjuna
yang diserang dengan senjata Brahmastra oleh Aswatama saat berada di dalam janin
ibunya. Di kemudian hari, Parikesit menjadi penerus Pandawa.
[sunting]Kehidupan
di kemudian hari
Kehancuran Wangsa Yadawa,
lukisan karya Pariksit Dasa.
Lihat pula: Mosalaparwa
Setelah perang usai, Yudistira diangkat sebagai Raja Kuru, dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Ia memerintah selama 36 tahun.
Sementara itu Kresna tinggal bersama kaumnya di Dwaraka. Karena Samba—putra
Kresna—dan beberapa pemuda Yadawa telah
mengolok-olok para resi yang mengunjungi Dwaraka, maka kaum
Yadawa dikutuk agar hancur dengan menggunakan senjata gada yang
dikeluarkan dari perut Samba. Atas perintahUgrasena, senjata tersebut dihancurkan hingga
menjadi debu lalu dibuang ke laut. Debu tersebut hanyut ke tepi pantai Prabasha
dan tumbuh menjadi semacam tanaman rumput, disebut eruka.
Pada suatu perayaan, kaum Yadawa mengunjungi Prabasha dan berpesta
pora di sana. Karena pengaruh minuman keras, mereka mabuk dan saling hantam.
Perkelahian pun berubah menjadi pembunuhan masal. Saat menyaksikan kaumnya
saling bunuh, Kresna menggenggam rumput eruka dan
melemparkannya ke tengah percekcokan tersebut yang mengakibatkan ledakan hebat
sehingga membunuh hampir seluruh kaum Yadawa yang ada di sana. Setelah
kehancuran kaumnya, Baladewa meninggalkan
tubuhnya dengan cara melakukan Yoga. Sementara itu, Kresna
memasuki hutan dan duduk di bawah pohon untuk bermeditasi. Mahabharata menyatakan
bahwa seorang pemburu bernama Jara mengira sebagian kaki kiri Kresna yang
tampak sebagai seekor rusa sehingga ia menembakkan panahnya, menyebabkan Kresna
terluka secara fana, sampai berujung ke kematiannya. Saat jiwa Kresna mencapai
surga, tubuhnya dikremasi oleh Arjuna.[58][59][60]
Menurut sumber-sumber dari Purana,[61] kepergian Kresna menandai akhir zaman Dwaparayuga dan dimulainya Kaliyuga, yang dihitung jatuh pada tanggal
17/18 Februari 3102 SM.[62] Para guru aliran Waisnawa, misalnya Ramanuja dan aliran Gaudiya Waishnawa memandang bahwa tubuh
Kresna seutuhnya merupakan tubuh spiritual sehingga tidak akan pernah membusuk
karena hal ini tampaknya merupakan perspektif dalam Bhagawatapurana. Kresna tidak pernah
disebut menua atau menjadi uzur dalam penggambaran secara historis dalam
berbagai Purana, meskipun telah melewati beberapadasawarsa, tetapi ada alasan untuk sebuah
perdebatan apakah ini menunjukkan bahwa ia tidak memiliki tubuh material,
karena pertempuran dan deskripsi lain dari wiracarita Mahabharata jelas menunjukkan
indikasi bahwa ia tampaknya tunduk pada keterbatasan alam.[63] Sementara kisah pertempuran
tampaknya menunjukkan keterbatasan, Mahabharatha juga
menceritakan berbagai kisah saat Kresna tidak tunduk pada keterbatasan, seperti
cerita ketika Duryodana mencoba untuk menangkap Kresna namun tubuhnya
memancarkan api yang menunjukkan semua ciptaan ada dalam dirinya.[64]
Waw
BalasHapusCerita menurut kitab ne bli
BalasHapusBagus to bli ,yang demen baca ne
BalasHapus